Pengalaman SBMPTN 2017 : Lolos STEI ITB

December 19, 2017
       Artikel ini ditulis oleh mantan pejuang SBMPTN 2017 dan ditunjukkan untuk kalian para pejuang SBMPTN 2018,dan seterusnya bukan sebagai panduan yang dapat diikuti, melainkan sebagai sebuah pelajaran yang dapat diambil hikmahnya. Susunan dalam artikel ini berupa timeline ‘sejarah’ penulis dalam perjalanannya dari seorang murid biasa menjadi salah satu bagian dari keluarga besar STEI ITB 2017.

           Mungkin, jika diantara pembaca ada yang sering googling dengan kata kunci “Pengalaman SBMPTN 2017” kemungkinan besar akan sudah menemukan artikel-artikel yang cukup “wow” dan seru, unik dari pengalaman mereka mengikuti SBMPTN tahun ini. Ada diantara mereka yang belajar di sela-sela kegiatan berdagang, tidur di masjid saat H-1, ataupun transformasi dari berandalan menjadi seseorang berprestasi yang lolos ke PT idaman mereka. Sedangkan saya, bukanlah orang yang cukup susah seperti mereka, namun juga bukan seseorang yang lahir dari keluarga kaya dan hidup bak film Disney. Nah, saya ingin mengajak pembaca untuk melihat sebuah perjalanan/perjuangan dari  a very moderate person from a very moderate family. Meskipun begitu, dalam setiap cerita pasti lah terdapat sebuah pelajaran. Mari kita mulai dengan melihat ‘saya’ 3 tahun yang lalu saat awal-awal masuk ke SMA.

Kelas 10

             Berdasarkan tes kepribadian yang banyak terdapat di internet, saya tergolongkan dalam ISTJ. Huruf ‘I’ dalam ISTJ berarti ‘cenderung’ introvert yang berarti seseorang yang ‘lebih nyaman’ menikmati hiburannya sendiri. Mohon jangan diplesetkan sebagaimana orang-orang yang menganggap introvert = tidak ingin bersosialisasi = antisosial. Dalam tesnya pun, data ditampilkan dengan persentase dan spectrum yang mengartikan ‘kecenderungan’, bukan hitam dan putih. Sebenarnya, tidak dites pun saya sudah tahu sejak dulu. Saya memang ‘agak’ socially awkward. Bahkan, jika ada teman saya yang mengagetkan saya, somehow, saraf reseptor saya berjalan relatif lambat dari kebanyakan orang yang membuat saya memiliki waktu untuk berpikir sepersekian detik untuk berpikir memberikan reaksi yang sesuai terhadap rangsangan tersebut.

          Oleh karena kepribadian saya tersebut, pada acara pemilihan ekstrakurikuler, saya menjatuhkan pilihan ke SC(Student Club, ekskul yang kegiatannya menyiapkan anggotanya mengikuti berbagai lomba akademik) dan SFC(Smansa Futsal Club). Alasan saya memilih SC bidang komputer/informatika mungkin sudah jelas, karena itu memang jalan menyalurkan hobi dan juga cita-cita saya melanjutkan kuliah di jurusan ini. Lalu, kok SFC/futsal? Ya, selain dari komputer, saya juga hobi dengan sepakbola. Bahkan, seandainya saya dilahirkan di negara maju, saya ingin menjadi seorang pelatih sepak bola muda seperti Andre Villas Boas.
Q : Loh, kirain jadi pemain bolanya?
            A : Gak lah, mager. Lagian saya ‘Thingking’.

            Dari dua ekskul yang saya ikuti, saya lebih memfokuskan diri ke Student Club karena menurut saya, SC, lebih menjajikan(read : banyak sumber duit). Saya lebih banyak menghabiskan waktu di SC ketimbang di kelas. Saya lebih banyak belajar matematika diskrit dan pascal ketimbang belajar kimia dan biologi. Belajar mengetahui bagaimana algoritma sieve of erathotenes menemukan bilangan prima terasa jauh lebih menyenangkan ketimbang mengetahui bahwa ternyata nama Fe2O3 bukan lah diferro trioksida melainkan besi(III) oksida. Alhasil, untuk pertama kalinya, saat pengambilan rapot orang tua saya ngomel melihat pertama kalinya ranking sang anak memiliki lebih dari satu digit. Saya kurang ingat tepatnya rank berapa, namun antara 23 – 27 dari 40 siswa. Semester 2 pun tidak jauh beda, malah tambah parah dengan sudah mulainya olimpiade mulai dari tingkat kota. Saya tidak akan menceritakan tentang olimp karena sudah terdapat di artikel lain, yaitu disini dan disini. Intinya, kelas 10 saya sampai tingkat provinsi dan saya menganggap itu suatu permulaan yang cukup baik.

Kelas 11

               Jika pada kelas 10 kita semua masuk ke ekskul sebagai anggota, maka pada kelas 11 banyak yang sudah memegang jabatan tertentu di ekskul maupun organisasi lain yang diikutinya. Begitupun dengan saya, saya diamanahkan untuk menjadi koordinator(biasa disebut kordi) SC bidang komputer. Ada cerita menarik dibalik ini, sebenarnya ketika regenerasi SC bukan saya yang menjadi kordi melainkan teman saya berinisial MCP. Namun, karena pada saat yang bersamaan dia juga menjadi seorang petinggi MPK atau Majelis Permusyawaratan Kelas, maka saya ditunjuk sepihak oleh pak ketua SC 15/16,teman saya, FM.

             Karena bertambahnya peran dalam ekskul tersebut, saya semakin tidak memikirkan pelajaran kelas. Di tambah, pada pelajaran biologi, saya merasa kurang cocok dengan guru yang mengajari saya. Jujur, saya merasa somehow tertekan jika langkah kaki beliau mulai terdengar saat saya mungkin sedang bermain Cup PES2013 di kelas bersama mayoritas teman laki sekelas. Saya ingin klarifikasi, beliau bukan lah penyebab nilai saya pada biologi ‘seperti itu’, saya(pada saat itu) memang tidak menyukai biologi dan kimia. Jadi, posisi beliau adalah seperti ‘penambah/penguat’ saja. Gara-gara kombinasi kedua hal itu, saya tidak belajar sama sekali biologi pada semester tersebut. Alhasil, pada ujian akhir semester(UAS), saya mendapatkan berita baik dan buruk yang cukup unik. Berita baiknya, saya dapat mengerjakan UAS biologi yang 40 soal pilihan ganda tersebut dalam waktu kurang dari 5 menit yang menjadikan saya sebagai yang keluar pertama kali dalam sesi ujian tersebut. Berita buruknya, nilai saya 15, terburuk satu kelas, mungkin satu sekolah.

                   Musim 2015/2016 mungkin menjadi musim yang terburuk bagi saya karena hal yang saya pertaruhkan(olimp) gagal tercapai. Bulan April 2016 menjadi bulan terburuk bagi saya karena adanya pengumuman peserta OSN. Saya hanya mencapai tahap yang sama seperti yang saya capai pada saat kelas 10. Cerita lengkapnya ada disini, disini, dan disini. Kegagalan saya dalam olimpiade membuat saya reconsider sesuatu, “Apakah benar memang bidang ini cocok untuk saya?”.
Setelah beberapa waktu merefleksikan diri, saya sadar memang kurang menikmati untuk berpikir dalam tingkat yang cukup tinggi. Tapi, di lain sisi saya juga sadar bahwa sebagian bidang ini telah memberikan kenyamanan bagi saya yang suka berlogika, melihat, dan memanage data. Posisi saya yang dulunya saat kelas 10 mantap dengan jurusan impian ilmu komputer saja, sekarang berubah diantara ilmu komputer, sistem informasi dan ilmu statistika. Namun, sebuah jawaban di Quora yang menjawab perbedaan antara algoritma yang digunakan dalam competitive programming dan yang biasa dikerjakan oleh seorang software engineer kembali memantapkan saya untuk mempelajari ilmu komputer sepanjang hidup saya.

Turning Point

Saya sadar saya telah kehilangan 2 jenis jalur menuju perguruan tinggi(Jalur OSN dan Jalur Undangan karena menyedihkannya nilai rapot). Tersisa satu jenis jalur lagi, jalur tulis dengan anggota himpunan SBMPTN ,SIMAK UI,UTUL UGM,dan sebagainya. Saya memutuskan diri saya untuk ‘tobat’ pada pengujung kelas 11 ini. Dua minggu sebelum Ujian Kenaikan Kelas(UKK), saya belajar habis-habisan kimia dan biologi mulai dari materi kelas 10. Untuk kimia saya terbantu oleh penyusunan materinya yang cukup berkesinambungan satu sama lain sedangkan dalam biologi masih cukup kesulitan karena acak adulnya penyusunan materi(kenapa kita baru belajar sel di kelas 11 dan sudah belajar bagian tumbuhan di kelas 10). Hasil belajar dua minggu saya tersebut, mendapatkan balasan nilai yang lumayan bagus dibanding semester 1 (meskipun tetap relatif rendah di kelas). Pengumuman kegagalan saya tersebut memang menyakitkan, namun juga menjadi Turning Point dalam proses saya menuju ke ITB.

       Jurusan sudah, sekarang perguruan tingginya. Saya memiliki dua kandidat, yaitu Fasilkom UI dan STEI ITB. Setelah menimbang-nimbang kelebihan dan kekurangan masing-masing seperti yang sudah saya tulis disini, akhirnya saya memutuskan memilih STEI ITB.

              Liburan semester antara kelas 11 dan 12 memberi saya untuk bereksplorasi tentang ilmu-ilmu yang ada di dunia yang jarang saya lakukan sebelumnya. Saya menginginkan agar pada saat serius mulai belajar SBMPTN di semester 2 nanti, saya telah memiliki big picture dan pengetahuan tentang relasi antar disiplin ilmu yang saya pelajari pada saat SBMPTN. Mayoritas gambaran ilmu tersebut saya dapat dari internet(terkhusus Wikipedia) dan menggunakan gambar sebagai metode mencatatnya karena saya visual. 
Image result for wikipedia science chemistry central
The big picture of science. Ternyata catatan saya yang lebih detil per bidang ini telah hilang -_-.
                                                      

Kelas 12

             Di sela-sela liburan semester ini pun saya menyiapkan salah satu tool pembantu, yaitu dengan membeli Zenius Xpedia seharga Rp935.000,-. Ga ikut bimbel aja, bro? Alasan saya membeli Xpedia adalah berkaitan seperti yang disebutkan di awal, karena saya cenderung ‘introvert maka saya juga lebih memilih untuk belajar sendiri. Lalu, saya juga kurang suka jadwal pelajaran saya diatur oleh orang lain. Saya punya jadwal saya belajar, bermain, nonton yang telah saya atur sesuai dengan kebutuhan saya sendiri. Saya berpendapat, hanya diri kita lah yang paling tahu apa jadwal dan metode belajar terbaik untuk diri kita sendiri. Alasan terakhir adalah kecocokan visi dan misi antara pribadi saya dengan orang-orang di Zenius seperti yang banyak dijelaskan di artikel ini.

           Pada kelas 12, prestasi saya di kelas sedikit membaik karena saya telah melewati Turning Point tadi di pengujung kelas 11. Saya mulai dapat mengikuti pelajaran kimia dan biologi di kelas. Di kimia, pengetahuan saya tentang inti-inti pelajaran kimia seperti stokiometri, ikatan kimia, stokiometri larutan membantu saya memahami bab-bab kimia kelas 12. Di biologi, meskipun saya masih mendapat guru yang sama dengan yang mengajari saya di kelas 11, saya juga lebih dapat mengikuti pelajaran karena telah banyak belajar bab-bab fundamental biologi SMA pada saat liburan. Ranking saya pun melonjak cukup jauh dibanding kelas 11. Semester terakhir ini adalah pertama kalinya saya masuk 20 besar dalam artian di atas rata-rata kelas.

             Namun, tentu masih tersisa mental block terhadap kimia dan biologi terutama pada soal-soal selevel SBMPTN. Terlihat pada tryout(TO) pertama yang saya ikuti sekitar bulan Oktober 2016, yaitu TO Gravity yang diadakan oleh FISIP UI. Saya hanya mengerjakan soal matematika dan fisika dalam 105 menit batas waktu mengerjakan sesi TKD(Tes Kemampuan Dasar). Berdasarkan peringkat yang didapat tidak terlalu buruk, 95 dari 10.000an peserta. Namun, berdasarkan target per pelajaran, tentu saya sadar tidak akan dapat lulus ke STEI ITB dengan mengosongkan sama sekali pelajaran kimia dan biologi.

              Liburan semester 5 saya habiskan di Kampung Inggris, Pare, Kediri, Jawa Timur. Alasan yang mendasari keputusan ini tidak lain karena sadar kemampuan Bahasa Inggris pribadi terutama dalam speaking masih belum cukup baik. Throwback beberapa bulan yang lalu ketika saya mengikuti Japan Education Fair di JCC(Jakarta Convention Center), ketika itu saya berkesempatan untuk berbicara panjang lebar dengan salah satu mahasiswa reseprentatif salah satu universitas di Jepang tentang keinginan saya untuk berkuliah di tempatnya. Namun, yang saya lakukan hanyalah : bertanya satu buah pertanyaan, menerima satu buah jawaban, memberikan tanggapan kembali, menerima tanggapan, sudah. Semuanya dilakukan dalam waktu kurang dari 5 menit. Oleh karena itu lah, saya ingin menyiapkan Bahasa Inggris saya sebaik mungkin agar pada saya tidak mengalami kejadian serupa ketika ada acara di perkuliahan nantinya seperti konferensi ataupun pertukaran pelajar. Selain itu, meskipun tidak berefek secara langsung, melatih kemampuan speaking sedikit banyak akan membantu kemampuan reading saya dalam pelajaran Bahasa Inggris di SBMPTN nanti.

               Semester 6, semester terakhir di SMA, dimulai. Pelajaran di sekolah mulai agak renggang karena materi yang tinggal sedikit dan penilaian untuk jalur undangan pun hanya sampai semester 5. Teman-teman yang sebelumnya sangat rajin untuk masuk kelas, ada yang sudah mulai memilih tidak masuk kelas. Teman-teman yang sebelumnya memang suka bolos kelas(termasuk saya hehe), tentu makin bertambah lagi intensitas kelakuannya tersebut. Tapi, intensitas belajar rata-rata civitas SMA ini bukanlah hilang melainkan berpindah fokus saja. Buku-buku terbitan lembaga bimbel gajah kuning dan bimbel kompositgama menjadi lebih sering terlihat ketimbang buku-buku karya Erlangga. Teman-teman yang biasanya baru keluar dari sekolah melewati Magribh sekarang pulang setelah Ashar, bukan pulang ke rumah melainkan berpindah tempat untuk belajar kembali ke bimbel seberang dan samping sekolah.

              Saya pun tidak ingin ketinggalan. Dimulai dari meminjam buku Wangsit dari teman untuk di fotokopi dan menyusun jadwal belajar dengan bantuan artikel zenius blog ini, mulai 1 Februari 2017 – H-150 saya start belajar khusus dalam level SBMPTN. Kenapa disebut start serius? Jawabnya, kalau disebut benar-benar baru belajar sekarang dari 0 tentu tidak tepat. Sebelumnya saya sudah belajar materi-materi yang sama dengan materi SBMPTN, namun masih teracak-acak karena niat saya saat itu untuk bereksplorasi saja. Tertanda oleh jeleknya performa saya pada TO-TO sebelumnya. Nah, yang saya sebut start saat ini adalah mulai menyusun pengetahuan-pengetahuan tersebut, menaikkan level soalnya, dan mengasah skill-skill teknis maupun nonteknis khusus untuk SBMPTN. Bisa dibilang, saya mulai melaksanakan apa yang disebut Sabda(PS) sebagai Deliberate Practice.

                Time Oriented Schedule cukup sesuai dengan pribadi karena kebebasan menentukan jadwal belajar dalam seminggu namun tetap menjaga pace agar tidak terlalu kelewatan. Jika sedang niat, saya bisa menghabiskan 10 jam dalam satu hari hanya untuk belajar. Di lain waktu, jika memang sedang tidak mood, saya tidak belajar sama sekali. Kemudian, untuk tiap sesi belajar porsi yang saya ambil adalah 20% materi + 30% latihan soal + 50% pembahasan soal.
Contoh Time Oriented Schedule dari Zenius

         Saya sudah banyak mengikuti try out baik yang online maupun offline sebelumnya. Kebanyakan TO online diadakan oleh Zenius Club yang tidak saya ikuti secara serius karena dalam pengerjaannya saya dapat menggoogling jawaban di google dan sembari berseluncur di facebook. Nah, TO Simbiosis UIN-Primagama yang saya ikuti di akhir bulan Maret ini adalah TO onsite pertama kali saya serius khusus belajar SBMPTN. TO-nya diadakan di Universitas Islam Negeri, Jakarta. Saya pergi kesana bersama dua orang teman dekat se-SMP dan se-SMA menggunakan Go-Car. Konsistensi yang saya lakukan terhadap waktu belajar saya rupanya berbuah hasil cukup manis di TO ini. Saya mendapat juara 2 dari 200an peserta dan berhak mendapat hadiah senilai Rp500.000. Namun, dari soal yang berhasil terjawab pun, saya masih tidak terlalu bagus. Ada 5 soal berturut-turut di bagian fisika bab listrik yang sama sekali tidak saya jawab. Dari komposisi pemenang tidak terlihat adanya anak yang berasal dari SMA-SMA top Jakarta ataupun Tangerang. Jadi, saya tidak bisa mengacu pada pencapaian saya saat ini. Namun, duit tetaplah duit hehe.

            TO dengan total hadiah terbesar yang saya ikuti adalah TO Gramedia-Loop. Bayangkan saja, total hadiah untuk juara 1 nasional adalah Rp6.000.000. Selain itu, ada hadiah untuk juara 1,2,3 tiap kota berturut-turut masing-masing Rp1.250.000, Rp750.000, dan Rp500.000 beserta voucher belanja di Gramedia. Dengan materi yang lebih matang dan beberapa TO sebelumnya(simulasisbmptn) dimana saya belum dapat hasil yang cukup baik, saya dapat menjadi juara 3 Kota Depok dengan hadiah Rp500.000 ditambah voucher Gramedia Rp200.000 yang saya belanjakan 3 hari setelah dibagikan. Meskipun hadiah yang didapat adalah yang paling kecil, namun kembali lagi, duit tetaplah duit hehe.

Bukti.
Saya baru sadar, ternyata yang juara 1 akhirnya sefakultas/sekolah di ITB

           Banyak TO yang saya ikuti setelah itu baik onsite maupun online, baik yang berhadiah maupun tidak. Beberapa diantaranya, sedikit yang saya menangkan(cuma masukkampus.com) dan banyak yang saya hanya di 10% tier. Oh ya, daritadi tidak terbilang. Setiap TO, goal yang saya tanamkan dalam otak saya adalah untuk menjadi 5% orang terbaik di TO tersebut karena tingkat keketatan jurusan tertinggi yang terdaftar di website SBMPTN adalah segitu.

         Selain mendaftar lewat SBMPTN, saya juga mendaftar ke banyak jalur lain untuk memperbesar peluang berkuliah. Salah satunya adalah Telkom University yang ketika itu mengadakan ujian pendaftaran di berbagai kota di Indonesia yang salah satu lokasi ujiannya di SMA saya. Singkatnya, saya berhasil lolos dengan full beasiswa untuk semester 1 dan bisa dilanjutkan ke semester berikutnya asal mendapatkan IPK > 3.5 tiap semester sebelumnya. Orang tua saya, terutama ayah saya senang tentunya karena sudah berharap agar anaknya menjadi pegawai BUMN di Telkom. Namun, saya tetap masih berharap berkuliah di STEI, jadi saya menganggap kelulusan ini adalah sebuah penenang ketika Hari-H SBMPTN nanti.

           Mengenai SNMPTN, saya pesimis sekali karena nilai rapot saya yang cukup ‘artistik’. Tertebak, saya bahkan tidak lolos kuota 50% per sekolah. Di detik-detik akhir saya masih berharap untuk lolos kuota saja setidaknya karena saya merasa sertifikat-sertifikat lomba yang telah saya kumpulkan akan menjadi mubazir. Yah, tidak lolos juga. Karena tidak mau kemubaziran itu terjadi, saya tetap berusaha mendaftar ke scholarship-scholarship yang sepertinya improbable. Salah satunya Mitsui Bussan Scholarship yang di tahun sebelumnya salah satu tutor QnA saya lolos, Jerome. Tapi kembali, sertifikat tersebut yang tidak seberapa dan rapot tidak membuat panitia Mitsui memanggil saya untuk ujian tulis. Ya sudahlah, mungkin memang saya baru bisa belajar ke Jepang lebih dari 4 tahun lagi. Selain dua di atas, saya juga mendaftar Monbukagakusho dan SIMAK UI yang hasil akhir kedua-duanya tidak lolos. Untuk Monbu saya sadar diri tidak lolos sedangkan untuk SIMAK UI masih kurang mengerti mengapa saya bisa tidak lolos karena saya merasa lebih lancar mengerjakannya dibanding SBMPTN tahun ini.

                             Don't put all your egg in one basket.

         Hari pendaftaran SBMPTN pun tiba. Materi yang dihabiskan tinggal sedikit lagi. TO yang diikuti sudah lumayan banyak. Seharusnya hanya tinggal mendaftar dan membayar biaya pendaftaran. Satu hal yang tertinggal adalah pilihan 3. Ya, selama ini saya hanya terpikirkan pilihan 1 dan 2 saja, yaitu STEI ITB dan Fasilkom UI.  Karena SBMPTN memberikan 3 slot prodi dan karena saran orang tua, maka saya harus mempersiapkan juga pilihan 3. Prodi yang muncul dipikiran antara lain : Ilmu Komputer-UGM, Informatika-ITS, dan Ilmu Komputer-IPB. Setelah menimbang baik-buruknya seperti yang dijelaskan di artikel ini, saya memilih Ilmu Komputer-IPB.

                                   Hope the best. Prepare the worst.
  
          Lokasi tes yang berada cukup jauh dari rumah, SMKN 19 Menteng-Jakarta Pusat, harus disiasati sebaik mungkin. Saya awalnya ingin naik Commuter Line dari rumah saja pada jam 5 seperti beberapa teman saya. Syukur-syukur dapat bertemu ketika di Commuter. Ayah mencoba menghubungi saudara di daerah Menteng agar saya bisa menginap disitu. Namun, mengingat rumah saudara saya di Menteng adalah sebuah rumah makan Mie Aceh, maka ibu saya kurang setuju. Jadi, ibu berinisiasi mem-booking hotel/wisma yang lumayan murah(karena dibooking-nya jauh-jauh hari) untuk penginapan tanggal 15 Mei 2017 atau H-1 SBMPTN. Akhirnya, rencana ibu lah yang terpilih.

Hari-H

            Selasa, 16 Mei 2017. Setelah sekian lama belajar dan berlatih, hari yang ditunggu pun tiba. Berangkat dari penginapan jam 6 pagi, ternyata sudah terlihat ramai mobil maupun orang mengantri di depan gerbang SMKN 19. Padahal, gerbang pun belum di buka oleh panitia penyelenggara. Dari banyaknya mobil yang parkir, ternyata ada yang sudah berada disitu dari malam hari yang berarti pengemudi dan penumpangnya tidur di mobil dari malam hari. Memang sebuah perjuangan. Jam 6.30, pintu gerbang dibuka oleh panitia. Para peserta ujian SBMPTN mulai memasuki venue ujian. Setelah menunggu cukup lama, jam 7.00, kami-para peserta diperbolehkan untuk masuk ke ruangan kelas ujian masing-masing. Pengawas ruangan terdiri atas seorang bapak-bapak yang sepertinya guru sekolah tersebut dan seorang mahasiswi Universitas Negeri Jakarta yang terlihat dari almameter kuningnya. Para peserta mengeluarkan kartu pendaftaran dan alat tulis sedangkan pengawas memberikan arahan dan peraturan ujian ini. Kakak mahasiswi UNJ mulai membagian lembar jawaban dan soal TKD. Beberapa aturan yang cukup saya sesalkan adalah tidak diperbolehnya menggunakan jam tangan, padahal tidak ada jam dinding di ruangan tersebut. Jam tangan yang saya bawa menjadi tidak berguna. Ada sih memang semacam countdown yang dibuat kakak mahasiswi di papan tulis, tapi pembagiannya itu setiap 30 menit yang bagi saya cukup jauh. Peraturan lain yang cukup aneh adalah tidak diperbolehkannya menggunakan papan jalan. Untung saja, ketika itu kartu pendaftaran SBMPTN yang telah dilapisi map keras(jadi seperti di laminating) menjadi penyelamat saya.

            Setengah jam kemudian, sesi Tes Kemampuan Dasar SBMPTN 2017 tepat dimulai. Strategi saya adalah mengerjakan dengan urutan Biologi, Kimia, Fisika dan terakhir Matematika IPA. Pemilihan pengerjaan biologi pertama kali justru didasari karena saya takut materi yang saya review semalam tidak keburu hilang dan saya sadar ini adalah pelajaran terlemah bagi saya. Saya dapat mengerjakan 4 soal dengan cukup yakin dan 3 soal dengan ilmu ngasal di biologi, total 7 dari 15 soal. Beralih ke mata pelajaran selanjutnya, kimia, ternyata soal tahun ini cukup mudah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Walaupun kimia masih merupakan pelajaran yang horror bagi saya, saya menjawab cukup banyak meskipun sempat ngasal 2-3 soal. Total, 13 dari 15 jawaban terjawab di kimia, cukup mengejutkan, di atas target 10 soal. Sesi fisika bisa dibilang yang paling buruk. Selain karena saya hanya dapat menjawab total 9 dari 15 soal, dari 9 soal itu terdapat 3 soal yang kesemuanya materi tentang kelistrikan saya pasti salah karena konsep yang kurang matang. Lalu, 2 soal yang seharusnya tentang momentum 2 dimensi dan zat kalor yang sebenernya mudah yang bisa saya jawab salah juga karena ceroboh dalam perhitungan dan tanda (+/-). Pelajaran terakhir, matematika yang saya harap menjadi lumbung nilai gagal memenuhi ekspektasi tersebut. Salah satu penyebab paling saya kutuk adalah munculnya 3 soal yang tidak pernah saya pelajari sebelumnya, yaitu tentang asimptot datar-tegak, fungsi genap-ganjil dan persamaan hiperbola. Padahal, setelah saya berkuliah TPB di ITB dan mengerjakan soal itu kembali, ternyata soal itu cukup mudah. Penyebab lainnya, adalah kekonyolan jawaban nomor 1 karena terburu-buru mengerjakan soal. 
1/m^2 = 4, maka m=2?

Hiperbola?

Sesepele ini salahnya -_-

Fungsi genap ganjil?


         SBMPTN telah usai. Kunci jawaban dan pembahasan mulai tersebar di internet. Banyak lembaga sudah melaksanakan QuickCount versi dirinya sendiri. Saya yang sadar bahwa telah melakukan banyak kesalahan ceroboh saat ujian tidak berani untuk ikut QuickCount. Ketika itu saya mencoba menghilangkan rasa penasaran dengan berpikir kemungkinan terburuk, “Toh, seandainya gua gak lolos sekalipun. Gua udah di terima di Word Class University hehe, Telkom University.” Namun, rasa penasaran itu tentu tidak hilang begitu saja. Saya melihat Quick Count dari Wangsit Education. Tapi, hanya melihat nilai-nilai orang saja, tetap tidak berani melihat kunci jawaban dan menghitung pekerjaan punya saya sendiri.

Pengumuman

        Hampir sebulan kemudian, tepatnya tanggal 16 Juni 2017 jam 14.00, pengumuman SBMPTN tiba. Saya sih berniat untuk tidak membuka pengumuman hari ini dan baru membuka esok hari. Jadi setelah makan siang jam 12.00, saya tidur siang sampai pada jam 16.00 dibangunkan oleh orang tua saya. Ibu yang melihat di televisi bahwa SBMPTN telah diumumkan 2 jam tadi langsung menyuruh saya untuk melihat juga hasil saya sendiri. Saya sendiri masih tidak mau. Lalu, saya mengambil handphone dan melihat whatsapp kelas yang cukup ramai. Teman-teman saling mengucapkan selamat satu sama lain, simpati, dan semangat untuk terus berjuang.  Terdapat lebih dari 300 pesan hanya dalam 4 jam saya meninggalkan hape untuk tidur. Saya scrolling ke atas untuk melihatnya satu persatu. Sembari makin ke atas jemari tangan menggeser layar handphone, jantung saya berdetak semakin kencang berharap ada berita untuk saya, namun tidak ada satupun yang menyebut ‘Ferdi’. Sampai akhirnya, di paling atas, ada yang menyebut di menit 14.04 “Ada anak STEI nih” dan beberapa menit selanjutnya “STEI boy”. Takut geer, saya menghiraukan statemen tersebut. Bukan saya seorang yang mendaftar ke STEI di kelas, mungkin itu teman saya yang lain. Beralih ke grup lain, LT, Laskar Tenggo, juga ramai padahal hanya 5 orang anggota grup tersebut. Pembicaraannya sama. Lalu, saya mengecek chat yang bersifat private. Ada teman, OF, yang memberi tahu kalau memang benar saya lolos STEI. Jantung makin berdegup kencang. Namun, saya hanya menjawab,”Belum ngecheck gua.”. Rasa penasaran yang cukup besar mengalahkan niat awal untuk membuka pengumuman esoknya. Saya mengambil laptop di kamar, membuka website SBMPTN dan akhirnya melihat pengumuman seperti ini.


           WHOAAAA!!!(dalam hati aja). Saya bingung harus berekspresi seperti apa kepada orang tua. Saya pun membawa laptop ke meja makan dan memperlihatkan hasil kelulusan ke sekeluarga. Ayah dan ibu saya memberi selamat dan saya berterima kasih kembali(dengan ekspresi seminimal mungkin). Inikah rasa yang dibilang Bang Haji, “Senangnya dalam hati”.

Epilog

         Sampai seminggu sebelum hari-H nilai TO saya tetap tidak bisa mencapai 60%. Entah kenapa saya stuck di angka 55%. Cukup jauh dari sumber-sumber yang menyebut Passing Grade STEI sebesar 65%. Itu juga yang membuat saya harus mempertimbangkan kemungkinan terburuk. Tapi, toh terbukti saya lulus. Sepertinya, Passing Grade(bimbel) tersebut memang sengaja dibuat lebih tinggi untuk mengacu para siswanya mencapai nilai segitu.
          
         Tadinya, saya ingin memberi judul ala Hipwee atau Tribun, "Pernah Mendapat 1.5 di UAS Biologi, Murid Ini Lolos STEI ITB 2017."









Read more ...