Artikel ini ditulis
oleh mantan pejuang SBMPTN 2017 dan ditunjukkan untuk kalian para pejuang
SBMPTN 2018,dan seterusnya bukan sebagai panduan yang dapat diikuti, melainkan sebagai sebuah pelajaran yang dapat diambil hikmahnya. Susunan dalam artikel ini berupa timeline ‘sejarah’
penulis dalam perjalanannya dari seorang murid biasa menjadi salah satu bagian
dari keluarga besar STEI ITB 2017.
Mungkin, jika diantara pembaca ada yang sering googling dengan kata kunci “Pengalaman
SBMPTN 2017” kemungkinan besar akan sudah menemukan artikel-artikel yang cukup
“wow” dan seru, unik dari pengalaman mereka mengikuti SBMPTN tahun ini. Ada
diantara mereka yang belajar di sela-sela kegiatan berdagang, tidur di masjid
saat H-1, ataupun transformasi dari berandalan menjadi seseorang berprestasi
yang lolos ke PT idaman mereka. Sedangkan saya, bukanlah orang yang cukup susah
seperti mereka, namun juga bukan seseorang yang lahir dari keluarga kaya dan
hidup bak film Disney. Nah, saya ingin mengajak pembaca untuk melihat sebuah
perjalanan/perjuangan dari a very moderate person from a very moderate family. Meskipun
begitu, dalam setiap cerita pasti lah terdapat sebuah pelajaran. Mari kita
mulai dengan melihat ‘saya’ 3 tahun yang lalu saat awal-awal masuk ke SMA.
Kelas 10
Berdasarkan tes kepribadian yang banyak
terdapat di internet, saya tergolongkan dalam ISTJ. Huruf ‘I’ dalam ISTJ
berarti ‘cenderung’ introvert yang berarti seseorang yang ‘lebih nyaman’
menikmati hiburannya sendiri. Mohon jangan diplesetkan sebagaimana orang-orang
yang menganggap introvert = tidak ingin bersosialisasi = antisosial. Dalam
tesnya pun, data ditampilkan dengan persentase dan spectrum yang mengartikan
‘kecenderungan’, bukan hitam dan putih. Sebenarnya, tidak dites pun saya sudah
tahu sejak dulu. Saya memang ‘agak’ socially
awkward. Bahkan, jika ada teman saya yang mengagetkan saya, somehow, saraf reseptor saya berjalan
relatif lambat dari kebanyakan orang yang membuat saya memiliki waktu untuk
berpikir sepersekian detik untuk berpikir memberikan reaksi yang sesuai
terhadap rangsangan tersebut.
Oleh karena kepribadian saya tersebut, pada acara
pemilihan ekstrakurikuler, saya menjatuhkan pilihan ke SC(Student Club, ekskul
yang kegiatannya menyiapkan anggotanya mengikuti berbagai lomba akademik) dan
SFC(Smansa Futsal Club). Alasan saya memilih SC bidang komputer/informatika
mungkin sudah jelas, karena itu memang jalan menyalurkan hobi dan juga
cita-cita saya melanjutkan kuliah di jurusan ini. Lalu, kok SFC/futsal? Ya,
selain dari komputer, saya juga hobi dengan sepakbola. Bahkan, seandainya saya
dilahirkan di negara maju, saya ingin menjadi seorang pelatih sepak bola muda
seperti Andre Villas Boas.
Q : Loh, kirain jadi pemain bolanya?
A
: Gak lah, mager. Lagian saya ‘Thingking’.
Dari dua ekskul yang saya ikuti, saya lebih memfokuskan
diri ke Student Club karena menurut saya, SC, lebih menjajikan(read : banyak sumber duit). Saya lebih
banyak menghabiskan waktu di SC ketimbang di kelas. Saya lebih banyak belajar matematika
diskrit dan pascal ketimbang belajar kimia dan biologi. Belajar mengetahui
bagaimana algoritma sieve of erathotenes menemukan
bilangan prima terasa jauh lebih menyenangkan ketimbang mengetahui bahwa
ternyata nama Fe2O3 bukan lah diferro trioksida melainkan
besi(III) oksida. Alhasil, untuk pertama kalinya, saat pengambilan rapot orang
tua saya ngomel melihat pertama
kalinya ranking sang anak memiliki lebih dari satu digit. Saya kurang ingat
tepatnya rank berapa, namun antara 23 – 27 dari 40 siswa. Semester 2 pun tidak
jauh beda, malah tambah parah dengan sudah mulainya olimpiade mulai dari
tingkat kota. Saya tidak akan menceritakan
tentang olimp karena sudah terdapat di artikel lain, yaitu disini dan disini.
Intinya, kelas 10 saya sampai tingkat provinsi dan saya menganggap itu suatu
permulaan yang cukup baik.
Kelas 11
Jika pada kelas 10 kita semua masuk ke ekskul
sebagai anggota, maka pada kelas 11 banyak yang sudah memegang jabatan tertentu
di ekskul maupun organisasi lain yang diikutinya. Begitupun dengan saya, saya
diamanahkan untuk menjadi koordinator(biasa disebut kordi) SC bidang komputer. Ada
cerita menarik dibalik ini, sebenarnya ketika regenerasi SC bukan saya yang
menjadi kordi melainkan teman saya berinisial MCP. Namun, karena pada saat yang
bersamaan dia juga menjadi seorang petinggi MPK atau Majelis Permusyawaratan
Kelas, maka saya ditunjuk sepihak oleh pak ketua SC 15/16,teman saya, FM.
Karena bertambahnya peran dalam ekskul
tersebut, saya semakin tidak memikirkan pelajaran kelas. Di tambah, pada
pelajaran biologi, saya merasa kurang cocok dengan guru yang mengajari saya. Jujur,
saya merasa somehow tertekan jika langkah
kaki beliau mulai terdengar saat saya mungkin sedang bermain Cup PES2013 di
kelas bersama mayoritas teman laki sekelas. Saya ingin klarifikasi, beliau
bukan lah penyebab nilai saya pada biologi ‘seperti itu’, saya(pada saat itu)
memang tidak menyukai biologi dan kimia. Jadi, posisi beliau adalah seperti
‘penambah/penguat’ saja. Gara-gara kombinasi kedua hal itu, saya tidak belajar
sama sekali biologi pada semester tersebut. Alhasil, pada ujian akhir semester(UAS),
saya mendapatkan berita baik dan buruk yang cukup unik. Berita baiknya, saya
dapat mengerjakan UAS biologi yang 40 soal pilihan ganda tersebut dalam waktu
kurang dari 5 menit yang menjadikan saya sebagai yang keluar pertama kali dalam
sesi ujian tersebut. Berita buruknya, nilai saya 15, terburuk satu kelas,
mungkin satu sekolah.
Musim 2015/2016 mungkin menjadi musim yang
terburuk bagi saya karena hal yang saya pertaruhkan(olimp) gagal tercapai. Bulan
April 2016 menjadi bulan terburuk bagi saya karena adanya pengumuman peserta
OSN. Saya hanya mencapai tahap yang sama seperti yang saya capai pada saat
kelas 10. Cerita lengkapnya ada disini,
disini, dan disini. Kegagalan saya dalam olimpiade membuat saya reconsider sesuatu, “Apakah benar memang
bidang ini cocok untuk saya?”.
Setelah beberapa waktu merefleksikan diri, saya
sadar memang kurang menikmati untuk berpikir dalam tingkat yang cukup tinggi.
Tapi, di lain sisi saya juga sadar bahwa sebagian bidang ini telah memberikan
kenyamanan bagi saya yang suka berlogika, melihat, dan memanage data. Posisi saya yang dulunya saat kelas 10 mantap dengan
jurusan impian ilmu komputer saja, sekarang berubah diantara ilmu komputer,
sistem informasi dan ilmu statistika. Namun, sebuah jawaban di Quora yang
menjawab perbedaan antara algoritma yang digunakan dalam competitive programming dan yang biasa dikerjakan oleh seorang software engineer kembali memantapkan
saya untuk mempelajari ilmu komputer sepanjang hidup saya.
Turning Point
Saya sadar saya telah kehilangan 2 jenis jalur
menuju perguruan tinggi(Jalur OSN dan Jalur Undangan karena menyedihkannya
nilai rapot). Tersisa satu jenis jalur lagi, jalur tulis dengan anggota
himpunan SBMPTN ,SIMAK UI,UTUL UGM,dan sebagainya. Saya memutuskan diri saya
untuk ‘tobat’ pada pengujung kelas 11 ini. Dua minggu sebelum Ujian Kenaikan
Kelas(UKK), saya belajar habis-habisan kimia dan biologi mulai dari materi
kelas 10. Untuk kimia saya terbantu oleh penyusunan materinya yang cukup berkesinambungan
satu sama lain sedangkan dalam biologi masih cukup kesulitan karena acak adulnya penyusunan materi(kenapa
kita baru belajar sel di kelas 11 dan sudah belajar bagian tumbuhan di kelas
10). Hasil belajar dua minggu saya tersebut, mendapatkan balasan nilai yang lumayan
bagus dibanding semester 1 (meskipun tetap relatif rendah di kelas). Pengumuman
kegagalan saya tersebut memang menyakitkan, namun juga menjadi Turning Point dalam proses saya menuju
ke ITB.
Jurusan sudah, sekarang perguruan tingginya.
Saya memiliki dua kandidat, yaitu Fasilkom UI dan STEI ITB. Setelah
menimbang-nimbang kelebihan dan kekurangan masing-masing seperti yang sudah
saya tulis disini, akhirnya saya memutuskan memilih STEI ITB.
Liburan semester antara kelas 11 dan 12 memberi
saya untuk bereksplorasi tentang ilmu-ilmu yang ada di dunia yang jarang saya
lakukan sebelumnya. Saya menginginkan agar pada saat serius mulai belajar
SBMPTN di semester 2 nanti, saya telah memiliki big picture dan pengetahuan tentang relasi antar disiplin ilmu yang
saya pelajari pada saat SBMPTN. Mayoritas gambaran ilmu tersebut saya dapat
dari internet(terkhusus Wikipedia) dan menggunakan gambar sebagai
metode mencatatnya karena saya visual.
![]() |
The big picture of science. Ternyata catatan saya yang lebih detil per bidang ini telah hilang -_-. |
Kelas 12
Di sela-sela liburan semester ini pun saya
menyiapkan salah satu tool pembantu,
yaitu dengan membeli Zenius Xpedia seharga Rp935.000,-. Ga ikut bimbel aja, bro? Alasan saya membeli Xpedia adalah
berkaitan seperti yang disebutkan di awal, karena saya cenderung ‘introvert
maka saya juga lebih memilih untuk belajar sendiri. Lalu, saya juga kurang suka
jadwal pelajaran saya diatur oleh orang lain. Saya punya jadwal saya belajar,
bermain, nonton yang telah saya atur sesuai dengan kebutuhan saya sendiri. Saya
berpendapat, hanya diri kita lah yang paling tahu apa jadwal dan metode belajar
terbaik untuk diri kita sendiri. Alasan terakhir adalah kecocokan visi dan misi
antara pribadi saya dengan orang-orang di Zenius seperti yang banyak dijelaskan
di artikel ini.
Pada kelas 12, prestasi saya di kelas sedikit
membaik karena saya telah melewati Turning
Point tadi di pengujung kelas 11. Saya mulai dapat mengikuti pelajaran
kimia dan biologi di kelas. Di kimia, pengetahuan saya tentang inti-inti
pelajaran kimia seperti stokiometri, ikatan kimia, stokiometri larutan membantu
saya memahami bab-bab kimia kelas 12. Di biologi, meskipun saya masih mendapat
guru yang sama dengan yang mengajari saya di kelas 11, saya juga lebih dapat
mengikuti pelajaran karena telah banyak belajar bab-bab fundamental biologi SMA
pada saat liburan. Ranking saya pun melonjak cukup jauh dibanding kelas 11.
Semester terakhir ini adalah pertama kalinya saya masuk 20 besar dalam artian
di atas rata-rata kelas.
Namun, tentu masih tersisa mental block terhadap kimia dan biologi terutama pada soal-soal
selevel SBMPTN. Terlihat pada tryout(TO) pertama yang saya ikuti sekitar bulan
Oktober 2016, yaitu TO Gravity yang diadakan oleh FISIP UI. Saya hanya
mengerjakan soal matematika dan fisika dalam 105 menit batas waktu mengerjakan
sesi TKD(Tes Kemampuan Dasar). Berdasarkan peringkat yang didapat tidak terlalu
buruk, 95 dari 10.000an peserta. Namun, berdasarkan target per pelajaran, tentu
saya sadar tidak akan dapat lulus ke STEI ITB dengan mengosongkan sama sekali
pelajaran kimia dan biologi.
Liburan semester 5 saya habiskan di Kampung
Inggris, Pare, Kediri, Jawa Timur. Alasan yang mendasari keputusan ini tidak
lain karena sadar kemampuan Bahasa Inggris pribadi terutama dalam speaking masih belum cukup baik. Throwback beberapa bulan yang lalu
ketika saya mengikuti Japan Education Fair di JCC(Jakarta Convention Center),
ketika itu saya berkesempatan untuk berbicara panjang lebar dengan salah satu
mahasiswa reseprentatif salah satu universitas di Jepang tentang keinginan saya
untuk berkuliah di tempatnya. Namun, yang saya lakukan hanyalah : bertanya satu
buah pertanyaan, menerima satu buah jawaban, memberikan tanggapan kembali,
menerima tanggapan, sudah. Semuanya dilakukan dalam waktu kurang dari 5 menit. Oleh
karena itu lah, saya ingin menyiapkan Bahasa Inggris saya sebaik mungkin agar
pada saya tidak mengalami kejadian serupa ketika ada acara di perkuliahan
nantinya seperti konferensi ataupun pertukaran pelajar. Selain itu, meskipun
tidak berefek secara langsung, melatih kemampuan speaking sedikit banyak akan membantu kemampuan reading saya dalam pelajaran Bahasa
Inggris di SBMPTN nanti.
Semester 6, semester terakhir di SMA, dimulai. Pelajaran
di sekolah mulai agak renggang karena materi yang tinggal sedikit dan penilaian
untuk jalur undangan pun hanya sampai semester 5. Teman-teman yang sebelumnya
sangat rajin untuk masuk kelas, ada yang sudah mulai memilih tidak masuk kelas.
Teman-teman yang sebelumnya memang suka bolos kelas(termasuk saya hehe), tentu
makin bertambah lagi intensitas kelakuannya tersebut. Tapi, intensitas belajar
rata-rata civitas SMA ini bukanlah hilang melainkan berpindah fokus saja. Buku-buku
terbitan lembaga bimbel gajah kuning dan bimbel kompositgama menjadi lebih
sering terlihat ketimbang buku-buku karya Erlangga. Teman-teman yang biasanya
baru keluar dari sekolah melewati Magribh sekarang pulang setelah Ashar, bukan
pulang ke rumah melainkan berpindah tempat untuk belajar kembali ke bimbel
seberang dan samping sekolah.
Saya pun tidak ingin ketinggalan. Dimulai dari
meminjam buku Wangsit dari teman untuk di fotokopi dan menyusun jadwal belajar
dengan bantuan artikel zenius blog ini, mulai 1 Februari 2017 – H-150 saya start belajar khusus dalam level SBMPTN.
Kenapa disebut start serius? Jawabnya,
kalau disebut benar-benar baru
belajar sekarang dari 0 tentu tidak tepat. Sebelumnya saya sudah belajar
materi-materi yang sama dengan materi SBMPTN, namun masih teracak-acak karena niat
saya saat itu untuk bereksplorasi saja. Tertanda oleh jeleknya performa saya
pada TO-TO sebelumnya. Nah, yang saya sebut start
saat ini adalah mulai menyusun pengetahuan-pengetahuan tersebut, menaikkan
level soalnya, dan mengasah skill-skill teknis maupun nonteknis khusus untuk SBMPTN.
Bisa dibilang, saya mulai melaksanakan apa yang disebut Sabda(PS) sebagai Deliberate Practice.
Time Oriented Schedule cukup sesuai dengan pribadi karena
kebebasan menentukan jadwal belajar dalam seminggu namun tetap menjaga pace agar tidak terlalu kelewatan. Jika sedang
niat, saya bisa menghabiskan 10 jam dalam satu hari hanya untuk belajar. Di lain
waktu, jika memang sedang tidak mood, saya
tidak belajar sama sekali. Kemudian, untuk tiap sesi belajar porsi yang saya
ambil adalah 20% materi + 30% latihan soal + 50% pembahasan soal.
![]() |
Contoh Time Oriented Schedule dari Zenius |
Saya sudah banyak mengikuti try
out baik yang online maupun offline sebelumnya. Kebanyakan TO online diadakan
oleh Zenius Club yang tidak saya ikuti secara serius karena dalam pengerjaannya
saya dapat menggoogling jawaban di google dan sembari berseluncur di facebook. Nah,
TO Simbiosis UIN-Primagama yang saya ikuti di akhir bulan Maret ini adalah TO
onsite pertama kali saya serius khusus belajar SBMPTN. TO-nya diadakan di
Universitas Islam Negeri, Jakarta. Saya pergi kesana bersama dua orang teman
dekat se-SMP dan se-SMA menggunakan Go-Car. Konsistensi yang saya lakukan
terhadap waktu belajar saya rupanya berbuah hasil cukup manis di TO ini. Saya mendapat
juara 2 dari 200an peserta dan berhak mendapat hadiah senilai Rp500.000. Namun,
dari soal yang berhasil terjawab pun, saya masih tidak terlalu bagus. Ada 5
soal berturut-turut di bagian fisika bab listrik yang sama sekali tidak saya
jawab. Dari komposisi pemenang tidak terlihat adanya anak yang berasal dari
SMA-SMA top Jakarta ataupun Tangerang. Jadi, saya tidak bisa mengacu pada
pencapaian saya saat ini. Namun, duit tetaplah duit hehe.
TO dengan total hadiah terbesar
yang saya ikuti adalah TO Gramedia-Loop. Bayangkan saja, total hadiah untuk
juara 1 nasional adalah Rp6.000.000. Selain itu, ada hadiah untuk juara 1,2,3
tiap kota berturut-turut masing-masing Rp1.250.000, Rp750.000, dan Rp500.000
beserta voucher belanja di Gramedia. Dengan materi yang lebih matang dan
beberapa TO sebelumnya(simulasisbmptn) dimana saya belum dapat hasil yang cukup
baik, saya dapat menjadi juara 3 Kota Depok dengan hadiah Rp500.000 ditambah
voucher Gramedia Rp200.000 yang saya belanjakan 3 hari setelah dibagikan. Meskipun
hadiah yang didapat adalah yang paling kecil, namun kembali lagi, duit tetaplah
duit hehe.
![]() |
Bukti. Saya baru sadar, ternyata yang juara 1 akhirnya sefakultas/sekolah di ITB |
Banyak TO yang saya ikuti setelah itu baik onsite maupun online, baik yang berhadiah maupun tidak. Beberapa diantaranya, sedikit yang saya menangkan(cuma masukkampus.com) dan banyak yang saya hanya di 10% tier. Oh ya, daritadi tidak terbilang. Setiap TO, goal yang saya tanamkan dalam otak saya adalah untuk menjadi 5% orang terbaik di TO tersebut karena tingkat keketatan jurusan tertinggi yang terdaftar di website SBMPTN adalah segitu.
Selain mendaftar lewat SBMPTN,
saya juga mendaftar ke banyak jalur lain untuk memperbesar peluang berkuliah. Salah
satunya adalah Telkom University yang ketika itu mengadakan ujian pendaftaran
di berbagai kota di Indonesia yang salah satu lokasi ujiannya di SMA saya. Singkatnya,
saya berhasil lolos dengan full beasiswa untuk semester 1 dan bisa dilanjutkan
ke semester berikutnya asal mendapatkan IPK > 3.5 tiap semester sebelumnya. Orang
tua saya, terutama ayah saya senang tentunya karena sudah berharap agar anaknya
menjadi pegawai BUMN di Telkom. Namun, saya tetap masih berharap berkuliah di
STEI, jadi saya menganggap kelulusan ini adalah sebuah penenang ketika Hari-H
SBMPTN nanti.
Mengenai SNMPTN, saya pesimis
sekali karena nilai rapot saya yang cukup ‘artistik’. Tertebak, saya bahkan
tidak lolos kuota 50% per sekolah. Di detik-detik akhir saya masih berharap
untuk lolos kuota saja setidaknya karena saya merasa sertifikat-sertifikat
lomba yang telah saya kumpulkan akan menjadi mubazir. Yah, tidak lolos juga.
Karena tidak mau kemubaziran itu terjadi, saya tetap berusaha mendaftar ke scholarship-scholarship
yang sepertinya improbable. Salah satunya Mitsui Bussan Scholarship yang di
tahun sebelumnya salah satu tutor QnA saya lolos, Jerome. Tapi kembali,
sertifikat tersebut yang tidak seberapa dan rapot tidak membuat panitia Mitsui
memanggil saya untuk ujian tulis. Ya sudahlah, mungkin memang saya baru bisa belajar
ke Jepang lebih dari 4 tahun lagi. Selain dua di atas, saya juga mendaftar Monbukagakusho
dan SIMAK UI yang hasil akhir kedua-duanya tidak lolos. Untuk Monbu saya sadar
diri tidak lolos sedangkan untuk SIMAK UI masih kurang mengerti mengapa saya
bisa tidak lolos karena saya merasa lebih lancar mengerjakannya dibanding
SBMPTN tahun ini.
Don't put all your egg in one basket.
Hari pendaftaran SBMPTN pun tiba.
Materi yang dihabiskan tinggal sedikit lagi. TO yang diikuti sudah lumayan
banyak. Seharusnya hanya tinggal mendaftar dan membayar biaya pendaftaran. Satu
hal yang tertinggal adalah pilihan 3. Ya, selama ini saya hanya terpikirkan
pilihan 1 dan 2 saja, yaitu STEI ITB dan Fasilkom UI. Karena SBMPTN memberikan 3 slot prodi dan karena
saran orang tua, maka saya harus mempersiapkan juga pilihan 3. Prodi yang
muncul dipikiran antara lain : Ilmu Komputer-UGM, Informatika-ITS, dan Ilmu
Komputer-IPB. Setelah menimbang baik-buruknya seperti yang dijelaskan di
artikel ini, saya memilih Ilmu Komputer-IPB.
Hope the best. Prepare the worst.
Lokasi tes yang berada cukup jauh
dari rumah, SMKN 19 Menteng-Jakarta Pusat, harus disiasati sebaik mungkin. Saya
awalnya ingin naik Commuter Line dari rumah saja pada jam 5 seperti beberapa
teman saya. Syukur-syukur dapat bertemu ketika di Commuter. Ayah mencoba
menghubungi saudara di daerah Menteng agar saya bisa menginap disitu. Namun,
mengingat rumah saudara saya di Menteng adalah sebuah rumah makan Mie Aceh,
maka ibu saya kurang setuju. Jadi, ibu berinisiasi mem-booking hotel/wisma yang
lumayan murah(karena dibooking-nya jauh-jauh hari) untuk penginapan tanggal 15
Mei 2017 atau H-1 SBMPTN. Akhirnya, rencana ibu lah yang terpilih.
Hari-H
Selasa, 16 Mei 2017. Setelah
sekian lama belajar dan berlatih, hari yang ditunggu pun tiba. Berangkat dari
penginapan jam 6 pagi, ternyata sudah terlihat ramai mobil maupun orang
mengantri di depan gerbang SMKN 19. Padahal, gerbang pun belum di buka oleh
panitia penyelenggara. Dari banyaknya mobil yang parkir, ternyata ada yang
sudah berada disitu dari malam hari yang berarti pengemudi dan penumpangnya
tidur di mobil dari malam hari. Memang sebuah perjuangan. Jam 6.30, pintu
gerbang dibuka oleh panitia. Para peserta ujian SBMPTN mulai memasuki venue
ujian. Setelah menunggu cukup lama, jam 7.00, kami-para peserta diperbolehkan
untuk masuk ke ruangan kelas ujian masing-masing. Pengawas ruangan terdiri atas
seorang bapak-bapak yang sepertinya guru sekolah tersebut dan seorang mahasiswi
Universitas Negeri Jakarta yang terlihat dari almameter kuningnya. Para peserta
mengeluarkan kartu pendaftaran dan alat tulis sedangkan pengawas memberikan
arahan dan peraturan ujian ini. Kakak mahasiswi UNJ mulai membagian lembar
jawaban dan soal TKD. Beberapa aturan yang cukup saya sesalkan adalah tidak
diperbolehnya menggunakan jam tangan, padahal tidak ada jam dinding di ruangan
tersebut. Jam tangan yang saya bawa menjadi tidak berguna. Ada sih memang
semacam countdown yang dibuat kakak mahasiswi di papan tulis, tapi pembagiannya
itu setiap 30 menit yang bagi saya cukup jauh. Peraturan lain yang cukup aneh
adalah tidak diperbolehkannya menggunakan papan jalan. Untung saja, ketika itu
kartu pendaftaran SBMPTN yang telah dilapisi map keras(jadi seperti di
laminating) menjadi penyelamat saya.
Setengah jam kemudian, sesi Tes
Kemampuan Dasar SBMPTN 2017 tepat dimulai. Strategi saya adalah mengerjakan
dengan urutan Biologi, Kimia, Fisika dan terakhir Matematika IPA. Pemilihan pengerjaan
biologi pertama kali justru didasari karena saya takut materi yang saya review
semalam tidak keburu hilang dan saya sadar ini adalah pelajaran terlemah bagi
saya. Saya dapat mengerjakan 4 soal dengan cukup yakin dan 3 soal dengan ilmu ngasal
di biologi, total 7 dari 15 soal. Beralih ke mata pelajaran selanjutnya, kimia,
ternyata soal tahun ini cukup mudah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Walaupun
kimia masih merupakan pelajaran yang horror bagi saya, saya menjawab cukup
banyak meskipun sempat ngasal 2-3 soal. Total, 13 dari 15 jawaban terjawab di
kimia, cukup mengejutkan, di atas target 10 soal. Sesi fisika bisa dibilang
yang paling buruk. Selain karena saya hanya dapat menjawab total 9 dari 15
soal, dari 9 soal itu terdapat 3 soal yang kesemuanya materi tentang
kelistrikan saya pasti salah karena konsep yang kurang matang. Lalu, 2 soal
yang seharusnya tentang momentum 2 dimensi dan zat kalor yang sebenernya mudah
yang bisa saya jawab salah juga karena ceroboh dalam perhitungan dan tanda
(+/-). Pelajaran terakhir, matematika yang saya harap menjadi lumbung nilai
gagal memenuhi ekspektasi tersebut. Salah satu penyebab paling saya kutuk
adalah munculnya 3 soal yang tidak pernah saya pelajari sebelumnya, yaitu
tentang asimptot datar-tegak, fungsi genap-ganjil dan persamaan hiperbola. Padahal,
setelah saya berkuliah TPB di ITB dan mengerjakan soal itu kembali, ternyata
soal itu cukup mudah. Penyebab lainnya, adalah kekonyolan jawaban nomor 1
karena terburu-buru mengerjakan soal.
![]() |
1/m^2 = 4, maka m=2? |
![]() |
Hiperbola? |
![]() |
Sesepele ini salahnya -_- |
![]() |
Fungsi genap ganjil? |
SBMPTN telah usai. Kunci jawaban
dan pembahasan mulai tersebar di internet. Banyak lembaga sudah melaksanakan QuickCount
versi dirinya sendiri. Saya yang sadar bahwa telah melakukan banyak kesalahan
ceroboh saat ujian tidak berani untuk ikut QuickCount. Ketika itu saya mencoba
menghilangkan rasa penasaran dengan berpikir kemungkinan terburuk, “Toh,
seandainya gua gak lolos sekalipun. Gua udah di terima di Word Class University hehe,
Telkom University.” Namun, rasa penasaran itu tentu tidak hilang begitu saja. Saya
melihat Quick Count dari Wangsit Education. Tapi, hanya melihat nilai-nilai
orang saja, tetap tidak berani melihat kunci jawaban dan menghitung pekerjaan punya
saya sendiri.
Pengumuman
Hampir sebulan kemudian, tepatnya
tanggal 16 Juni 2017 jam 14.00, pengumuman SBMPTN tiba. Saya sih berniat untuk
tidak membuka pengumuman hari ini dan baru membuka esok hari. Jadi setelah
makan siang jam 12.00, saya tidur siang sampai pada jam 16.00 dibangunkan oleh
orang tua saya. Ibu yang melihat di televisi bahwa SBMPTN telah diumumkan 2 jam
tadi langsung menyuruh saya untuk melihat juga hasil saya sendiri. Saya sendiri
masih tidak mau. Lalu, saya mengambil handphone dan melihat whatsapp kelas yang
cukup ramai. Teman-teman saling mengucapkan selamat satu sama lain, simpati,
dan semangat untuk terus berjuang. Terdapat
lebih dari 300 pesan hanya dalam 4 jam saya meninggalkan hape untuk tidur. Saya
scrolling ke atas untuk melihatnya satu persatu. Sembari makin ke atas jemari
tangan menggeser layar handphone, jantung saya berdetak semakin kencang
berharap ada berita untuk saya, namun tidak ada satupun yang menyebut ‘Ferdi’.
Sampai akhirnya, di paling atas, ada yang menyebut di menit 14.04 “Ada anak
STEI nih” dan beberapa menit selanjutnya “STEI boy”. Takut geer, saya
menghiraukan statemen tersebut. Bukan saya seorang yang mendaftar ke STEI di
kelas, mungkin itu teman saya yang lain. Beralih ke grup lain, LT, Laskar
Tenggo, juga ramai padahal hanya 5 orang anggota grup tersebut. Pembicaraannya sama.
Lalu, saya mengecek chat yang bersifat private. Ada teman, OF, yang memberi
tahu kalau memang benar saya lolos STEI. Jantung makin berdegup kencang. Namun,
saya hanya menjawab,”Belum ngecheck gua.”. Rasa penasaran yang cukup besar
mengalahkan niat awal untuk membuka pengumuman esoknya. Saya mengambil laptop
di kamar, membuka website SBMPTN dan akhirnya melihat pengumuman seperti ini.
WHOAAAA!!!(dalam hati aja). Saya
bingung harus berekspresi seperti apa kepada orang tua. Saya pun membawa laptop
ke meja makan dan memperlihatkan hasil kelulusan ke sekeluarga. Ayah dan ibu
saya memberi selamat dan saya berterima kasih kembali(dengan ekspresi seminimal
mungkin). Inikah rasa yang dibilang Bang Haji, “Senangnya dalam hati”.
Epilog
Sampai seminggu sebelum hari-H nilai TO saya tetap tidak bisa mencapai 60%. Entah kenapa saya stuck di angka 55%. Cukup jauh dari sumber-sumber yang menyebut Passing Grade STEI sebesar 65%. Itu juga yang membuat saya harus mempertimbangkan kemungkinan terburuk. Tapi, toh terbukti saya lulus. Sepertinya, Passing Grade(bimbel) tersebut memang sengaja dibuat lebih tinggi untuk mengacu para siswanya mencapai nilai segitu.
23 comments:
Gw tau kenapa gak boleh pake jam tangan pas SBMPTN fer wkwk
Ngapa emang?
@Fauzi Mahdy PPKB sotak banget, kkwokwowk
Makasih bang , tulisannya lumayan ngena .
kak, boleh kasitau detail kakak kerjain soal verbal, nuerik, figural, mdas,indo, inggris, mipa berapa soal?
makasih :)
Pertamanya khusus TKPA jangan dijadiin acuan ya, menurut gw (dan temen2 gw), TKPA tahun 2017 emang relatif gampang dibanding tahun sebelumnya.
Langsung aja :
TKPA jawab 86 dari 90 soal, kosong 2 soal masing2 di B.Inggris dan B.Indo. TPA juga ada 2 soal yang ambigu(jawabannya ada 2), tapi gw putusin jawab aja.
TKD :
matipa : 10(target >=13)
fisika : 7
Kimia : 13(gw sangat ga expect in)
Bio : 4
Kalau matdas ngerjain berapa?
Kok gak boleh pake jam tangan knp Kak?
Kayaknya tergantung pengawas sih. Kalo gue waktu itu, pengawasnya strict banget jadi ga boleh pake jam tangan(bahkan kacamata aja diperiksa).
Selamat ya kak! Semoga lancar kuliahnya.. tulisannya cukup memotivasi. Saya juga tiap TO masih jauh dari pg yg dibuat bimbel:’
Sekarang h-6 sbmptn 2018. Minta doanya kak
Kak itu jumlah soal yang dikerjakan segitu dan itu benar semua ka?
Jawabnya.
Kak boleh bagi line? Ada yg mau aku tanya. Thx
id: ifkarsyah
Gila gila ngena bang, mantap
Boleh bawa kertas buram ga?
Ga tau, kalo gw sih engga
mantep bgt sih bang,gw ampe kesenengan(jingkrak jingkrak)sendiri bacanya...hehe
btw the moment of truthnya(pas pengumuman) bisa ampe sedramatis itu yak,gw ampe nyanyi lagu "we are the champion".semoga bisa kayak bang ferdi,kuliah di itb/atw ga ui lah...aminnn
btw menurut bang ferdi sekarang mending ilkom atw stei? :)))
Buss, dah setahun yg lalu. Blognya ga kerawat.
Kalo sekarang sih mendingan Fasilkom jujur. Pengen banget ganti fasilkom sekarang. Tapi gw sadar, "seandainya" gw kuliah di fasilkom, gw pasti pengen STEI.
Seperti pepatah mengatakan, rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau wkwk
Aku seneng banget dengernya kak , kebetulan namanya juga sama sama Ferdi , sekarang saya kelas 11 kak ,aduh doakan saya juga lolos di Stei ITB , amiin ya Allah
Kenapa mau fasilkom ui kak sekarang?
Kalo sekarang kak mending Fasilkom apa stei ??
sekarang sih mending fasilkom, tapi gua percaya andai 4 tahun yg lalu milih fasilkom bakal mikir "kenapa gak stei aja" hehe
rumput tetangga memang selalu lebih hijau
Post a Comment